Artikel

Literasi Bukan Sekadar Membaca, Pondasi Masa Depan Peradaban Indonesia

Literasi sering kita pahami sebatas kemampuan membaca dan menulis. Padahal, literasi itu jauh lebih dari itu—ia adalah kunci utama untuk memahami dunia, menguasai ilmu, dan membangun peradaban. Di Indonesia, kita terus membicarakan isu literasi karena kemajuan bangsa kita sangat bergantung pada seberapa melek literasi masyarakatnya.

Literasi adalah pondasi di mana peradaban besar dibangun. Coba kita lihat sejarah: bangsa Mesir kuno bisa bertahan ribuan tahun karena mereka mendokumentasikan pengetahuan lewat hieroglif. Lalu, dunia Islam di abad pertengahan melahirkan banyak ilmuwan hebat karena mereka menjunjung tinggi budaya membaca dan menulis.

Di Indonesia, literasi bukan cuma tentang bisa membaca buku pelajaran, tapi juga tentang membangun kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan adaptif. Kemampuan ini sangat penting untuk menghadapi berbagai tantangan zaman. Dengan literasi yang kuat, masyarakat kita tidak akan mudah termakan hoaks dan disinformasi yang bertebaran di era digital ini.

Tantangan Nyata di Depan Mata

Survei internasional sering menyoroti kondisi literasi kita yang masih butuh perhatian serius. Ambil contoh, skor PISA (penilaian kemampuan membaca, matematika, dan sains) yang menempatkan Indonesia di posisi yang relatif rendah. Ini bukan hanya soal kemampuan siswa, tapi juga cerminan dari ekosistem pendidikan dan budaya membaca yang belum merata di seluruh negeri.

Masih banyak tantangan yang harus kita hadapi. Misalnya, akses terhadap buku berkualitas, fasilitas perpustakaan yang belum memadai, serta dukungan keluarga dan komunitas yang belum maksimal. Banyak anak di desa dan pelosok kesulitan mendapatkan buku, apalagi literatur digital. Padahal, tanpa akses yang merata, literasi akan sulit berkembang.

Literasi Harus Jadi Gerakan Bersama

Melihat kondisi ini, literasi tidak bisa lagi jadi urusan guru atau sekolah saja. Literasi harus menjadi gerakan sosial yang melibatkan semua pihak, mulai dari keluarga, komunitas, lembaga pendidikan, pemerintah, sampai sektor swasta.

  • Keluarga adalah sekolah pertama. Kebiasaan sederhana seperti membacakan buku cerita sebelum tidur atau berdiskusi bisa menumbuhkan kecintaan anak pada literasi sejak dini.
  • Sekolah perlu mengubah cara ajar. Fokusnya jangan hanya mengejar target kurikulum, tapi juga membangun keterampilan berpikir, menganalisis, dan berkreasi.
  • Komunitas bisa menyediakan ruang baca atau perpustakaan desa untuk menjadi tempat bertemunya para pencinta literasi.
  • Pemerintah dan swasta juga punya peran penting dengan membuat program buku murah, perpustakaan digital, dan mendukung inovasi pendidikan.

Literasi di Era Digital: Lebih dari Sekadar Membaca

Di era revolusi industri 4.0 dan kecerdasan buatan (AI) ini, literasi bukan lagi sebatas membaca tulisan. Kita juga harus menguasai literasi digital, literasi data, literasi finansial, bahkan literasi budaya. Generasi muda Indonesia harus siap menjadi inovator, bukan cuma konsumen informasi.

Jika kita ingin Indonesia menjadi bangsa yang bisa bersaing di kancah global, literasi harus menjadi agenda utama. Literasi adalah jalan untuk mencetak SDM unggul, memperkuat demokrasi, membangun ekonomi berbasis pengetahuan, dan menjaga identitas bangsa di tengah gempuran globalisasi.

Literasi adalah fondasi peradaban kita. Tanpa literasi yang kuat, bangsa ini hanya akan jadi penonton. Tapi dengan literasi yang kokoh, kita bisa berdiri sejajar, bahkan memimpin dalam menciptakan peradaban yang adil dan berkelanjutan.

Jadi, mari kita jadikan literasi sebagai gaya hidup, bukan hanya slogan. Karena dengan literasi, kita tidak hanya melahirkan generasi pembaca, tapi juga generasi pemikir, pencipta, dan pemimpin masa depan.

Hi, I’m admin-cerya